Minggu, 04 November 2012
Auditor internal sebagai tangan kanan Management pada financial leasing
Peningkatan daya beli
masyarakat terhadap kendaraan bermotor tentunya dipicu oleh suatu sebab. Kuatnya
daya serap pasar ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, tetapi yang pasti
ada beberapa faktor utama, salah satunya yaitu makin maraknya lembaga
pembiayaan yang belakangan tumbuh dan masuk ke pasar modal.
Pasar leasing sangat menjanjikan, hal
ini membuat para pemilik modal memasuki industri ini. Perang suku bunga murah,
syarat mudah dan proses cepat menjadi senjata perusahaan pembiayaan untuk
melanggengkan usahanya. Hal inilah yang membuat leasing menjadi pilihan utama kredit kendaraan bermotor
dibandingkan kredit melalui bank. Saat
ini bahkan terdapat beberapa perusahaan pembiayaan yang menawarkan dana
tunai. Dengan dalih, pembiayaan kembali (refinancing),
sejumlah perusahaan pembiayaan kini menjajal pasar yang notabene milik sektor
perbankan ini.
Persaingan yang ketat dan
sifatnya yang mudah dalam pencairan kredit membuat perusahaan pembiayaan
dihadapkan dengan risiko kredit macet. Masalah-masalah dalam tubuh perusahaan tidak
hanya disebabkan oleh kelalaian semata, akan tetapi dapat juga disebabkan
karena adanya penyimpangan yang dilakukan oleh karyawan perusahaan yang
bersangkutan.
Auditor internal muncul
dalam rangka mengidentifikasi dini dan melakukan langkah pencegahan, dengan
berperan sebagai katalisator yaitu memberikan jasa kepada manajemen melalui
saran-saran yang bersifat konstruktif dan dapat diaplikasikan bagi kemajuan
perusahaan namun tidak ikut dalam aktivitas operasional perusahaan. Selain
sebagai katalis, auditor internal modern telah bergeser menjadi konsultan
intern yang memberi masukan berupa pikiran-pikiran perbaikan atas sistem yang
telah ada dalam perusahaan. Ruang lingkup audit semakin luas, tidak hanya sekedar
pada audit keuangan dan audit ketaatan, tetapi perhatian lebih ditujukan pada
semua aspek yang berpengaruh terhadap kinerja manajemen serta memperhatikan
aspek risiko bisnis/manajemen. Oleh karena itu saat ini berkembang pendekatan risk based audit.
Direksi harus menetapkan
suatu sistem pengendalian internal yang efektif untuk mengamankan aset dan
memperbaiki kinerja manajemen. Sistem pengendalian yang efektif dapat menjamin
operasi perusahaan yang efektif dan efisien serta dipatuhinya aturan-aturan internal
perusahaan dan aturan dari luar yang terkait dengan perusahaan sehingga dapat
tercipta akuntabilitas.
Menurut AICPA dalam Andayani (2011 : 47-48),
pengendalian intern merupakan proses yang dipengaruhi oleh aktivitas dewan komisaris, manajemen atau pegawai lainnya,
yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang wajar mengenai pencapaian tujuan yang meliputi: (1) keandalan
pelaporan keuangan, (2) efektifitas dan efisiensi operasi, dan (3) ketaatan
terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Dari definisi diatas dapat diketahui
bahwa pengendalian internal dipengaruhi oleh aktivitas/kerja yang terstruktur
oleh orang-orang dalam perusahaan itu sendiri termasuk satuan kerja audit
internal (SKAI) yang mana bertanggung jawab dalam membantu pimpinan/direksi dan
dewan pengawas dengan cara melakukan pemeriksaan, evaluasi, pelaporan dan
memberikan rekomendasi perbaikan mengenai tingkat kecukupan internal control dan efektivitas proses
pengelolaan risiko. Manajemen akan
mengandalkan kinerja yang baik berupa hasil audit internal yang bermutu ini
sebagai alat analisis yang obyektif atas pengendalian internal yang sedang
dijalankan perusahaan, serta melakukan perbaikan atas sistem pengendalian yang
bermasalah.
Bagian audit internal
sangat penting, apabila suatu perusahaan tidak memiliki audit internal,
dewan direksi atau pimpinan unit tidak memiliki sumber informasi mengenai
kinerja perusahaan. Berbagai permasalahan akan muncul baik yang bersifat
administratif sampai dengan fraud yang
tidak dapat dideteksi oleh direksi dan akan menimbulkan kerugian yang besar
pada perusahaan. Internal audit bisa diumpamakan sebagai check kesehatan tubuh kita. Tubuh kita adalah sistem. Sistem tubuh dapat
turun kinerjanya apabila ada organ yang terganggu fungsinya, jadi perlu
dilakukan check kesehatan mencegah kerusakan
sistem tubuh secara menyeluruh. Check
kesehatan dalam sistem organisasi dikenal dengan nama Audit. Dengan melakukan check kesehatan maka manusia akan
mengetahui penyebab dan cara pengobatan yang tepat untuk tubuhnnya, check
kesehatan tidak hanya dilakukan dalam keadaan buruk, sekalipun tubuh dalam
keadaan baik, check kesehatan tetap
diperlukan untuk mengontrol tubuh dan menghindari rasa waspada yang berlebihan,
demikian juga dengan perusahaan.
Profesi audit internal mengalami
perkembangan cukup berarti pada awal abad 21, sejak munculnya kasus Enron &
Worldcom yang menghebohkan kalangan dunia usaha. Meskipun reputasi
audit internal sempat terpuruk oleh berbagai
kasus kolapsnya beberapa perusahaan tersebut yang melibatkan peran auditor,
namun profesi auditor internal ternyata semakin hari semakin dihargai dalam
organisasi. Berbagai pelatihan dan pengembangan kualitas kinerja auditor
internal di Indonesia telah dimaksimalkan salah satunya dengan menyelenggarakan
sertifikasi internal auditor tingkat nasional yang dilakukan oleh dewan standar
qualified internal auditor (QIA).
Gelar QIA dapat diperoleh seorang auditor setelah menjalani serangkaian
pelatihan/atau ujian sertifikasi yang diselenggarakan oleh institut pendidikan
audit manajemen/yayasan pendidikan internal audit (YPIA). Di tingkat
internasional sertifikasi internal auditor antara lain yaitu Certified Internal Auditor (CIA), Certified Information System Auditor
(CISA), Certified Fraud Examiner
(CFE). Dengan adanya sertifikasi dan peningkatan kualitas auditor melalui
pelatihan semacam ini, diharapkan menjadi referensi bagi perusahaan dalam
perekrutan auditor internal yang tentunya berguna untuk kelangsungan perusahaan
dalam pengungkapan informasi yang berkualitas dan rekomendasi yang bermutu.
Agar dapat mengemban kepercayaan yang semakin besar
dan menjalankan peran tersebut dengan baik, auditor internal memerlukan suatu
kode etik dan standar yang seragam dan konsisten, yang menggambarkan
praktik-praktik terbaik audit internal, serta merupakan ukuran kualitas
pelaksanaan tugas dan memenuhi tanggungjawab profesinya, konsorsium organisasi profesi audit internal, yang terdiri atas The
Institute of Internal Auditors-Indonesia Chapter (IIA), Pendidikan Internal
Audit (YPIA), Dewan Sertifikasi Qualified Internal Auditor (DS-QIA) dan
Perhimpunan Auditor Internal Indonesia (PAII) dengan ini memandang perlu untuk
menerbitkan Standar Profesi Audit Internal (SPAI). SPAI terdiri atas
Standar Atribut, Standar Kinerja, dan Standar Implementasi. Standar Atribut
berkenaan dengan karakteristik organisasi, individu, dan pihak-pihak yang
melakukan kegiatan audit internal. Standar Kinerja menjelaskan sifat dari
kegiatan audit internal dan merupakan ukuran kualitas pekerjaan audit. Standar Kinerja
memberikan praktik-praktik terbaik pelaksanaan audit mulai dari perencanaan
sampai dengan pemantauan tindak lanjut.
Berbagai macam indikator yang digunakan untuk
membentuk kinerja auditor internal. Peneliti meyakini bahwa sesuai dengan SPAI
2004 yang dirumuskan oleh konsorsium
organisasi profesi audit internal menyatakan bahwa kinerja auditor
internal dapat dilihat dari pengelolaan fungsi audit internal, lingkup
penugasan, perencanaan penugasan, pelaksanaan penugasan, komunikasi hasil
penugasan, pemantauan tindak lanjut, dan resolusi penerimaan resiko oleh
manajemen. Ketujuh unsur pembentuk kinerja auditor internal merupakan
praktik-praktik terbaik pelaksanaan audit mulai dari perencanaan sampai dengan
pemantauan tindak lanjut dan resolusi manajemen. Kualitas pekerjaan audit
internal tidak dapat dilihat hanya dari karakteristik auditor internal saja
(standar atribut), tetapi yang terpenting adalah bagaimana kegiatan tersebut
berjalan sehingga efektif bagi perusahaan.
Jika peneliti dapat
mengukur berapa besar pengaruh Kinerja Auditor Internal terhadap efektifitas
pengendalian kredit, maka anggapan selama ini yang mengatakan bahwa auditor
internal membosankan, menyita waktu kerja auditee,
dimana kerja audit internal hanya membuat checklist,
memeriksa dokumen yang sama, memeriksa proses yang sama, dan menemukan
beberapa temuan yang hampir sama dan membuat laporan yang kurang lebih sama
dengan audit yang lalu akan berhenti, dan tentunya hal ini akan membuat
perusahaan pembiayaan lebih memperhatikan bagian audit internal yang merupakan satu-satunya bagian independen yang
memberikan informasi objektif atas segala sesuatu yang terjadi di lapangan,
yang tidak dengan mudah dilacak oleh direksi, mengingat kerentanan perusahaan
pembiayaan akan resiko kredit macet sangat tinggi. Ingat resiko kredit macet tidak memandang lama
perusahaan tersebut beroperasi, besarnya aset yang dimiliki perusahaan, ataupun
wilayah tempat perusahaan pembiayaan tersebut berkembang.
Langganan:
Postingan (Atom)